Reby Oktarianda, S.Pd
CO SM3T IV UR Jayawijaya/Guru SMP Negeri 4 Wamena
Sejatinya
Pendidikan adalah sesuatu yang sangat mulia juga penuh tantangan. Mulia,
hakikatnya adalah memanusiakan manusia. Tantangan karena menyiapkan generasi
muda Indonesia yang kompeten.
Sa
Guru 3T
Pelayanan pendidikan merupakan
barang mewah sulit didapati di daerah yang dikategorikan terdepan, terluar dan
tertinggal (3T). Permasalahan seperti kekurangan
jumlah pendidik dan distribusi guru tidak seimbang mengakibatkan akses
pelayanan pendidikan tidak berjalan dan berakibat padaburuknya pendidikan
Indonesia. Melihat situasi ini, menjadi perhatian khusus pemerintah pusat.
Melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI) membuat rumusan
program untuk mengentaskan permasalahan pelayanan pendidikan tersebut dengan
mengirimkan langsung sarjana-sarjana pendidikan ke daerah tergolong 3T yang
disebut program sarjana mendidik di daerah 3T (SM-3T).
Kesempatan luar biasa didapatkan
sarjana pendidikan dari Lembaga Penyedia Tenaga Kependidikan Universitas Riau
(LPTK-UR) untuk dapat terjun langsung ke daerah 3T dalam hal ini adalah
Jayawijaya,suatu wilayah daerah terletak di pegunungan pulau Papua yang masih
digolongkan daerah 3T dalam hal pelayanan pendidikan. Total 36 jumlah sarjana
pendidikan LPTK UR ditempatkan selama 1 tahun di Kabupaten Jayawijaya. Tersebar
di 12 Distrikdengan kategori ring 2 dan 3: Piramid, Asologaima, Muliama,
Hubikosi, Napua, Wamena, Asolokobal, Asotipo, Musatfak, Walelagama dan Kurulu.
Mengabdi sebagai seorang pendidik, memberi pelayanan pendidikan terbaik disemua
jenjang formal mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs hingga SMA/SMK/MA.
Tepat kiranya pemerintah pusat
menggolongkan Jayawijaya sebagai daerah 3T. Hal ini terlihat dan dirasakan
langsung oleh guru SM-3T LPTK UR dilapangan setelah beberapa hari melaksanakan
tugas pengabdiannya sebagai pendidik. Hampir semua hasil observasi guru SM-3T
LPTK UR merujuk pada tidak ada dan hadirnya guru di sekolah. Ketiadaan dan
ketidakhadiran guru di sekolah mengakibatkan layanan pendidikan tidak tersedia
dan berjalan baik. Buruknya pelayanan pendidikan tersebut membuat sebagian
besar anak-anak Jayawijaya masih belum bisa baca tulis hitung (calistung).
Meski dijenjang SMA-pun masih terlihat siswa yang canggung calistung. Besarnya
masalah yang dialami anak-anak Jayawijaya, guru SM-3T LPTK UR berkomitmen all out (sungguh-sungguh) untuk memberikan kualitas
layanan pendidikan terbaik bagi anak-anak Jayawijaya khususnya untuk bisa
calistung.
“Nilai seorang
manusia terletak pada apa yang ia berikan, bukan pada apa yang ia terima”. (Albert
Einstein)
Rapat koordinasi satu bulan
sekali rutin dilaksanakan guru SM-3T LPTK UR. Rapat dilaksanakan untuk
mengetahui kondisi guru (kesehatan, dll), kemajuan siswa (hasil belajar) dan
sekolah (proses belajar mengajar dan administrasi sekolah). Buah hasil rapat
tersebut didapati instrumen evaluasi calistung untuk anak-anak Jayawijaya di
jenjang SD/Mi. Adanya instrumen evaluasi calistung untuk mengetahui sampai
berapa persen anak-anak Jayawijaya di jenjang SD/Mi bisa menguasai calistung
dengan program pembelajaran khusus yang diberikan guru SM-3T LPTK UR. Target 4
bulan calistung sampai saat ini berlangsung hingga Februari, harapan terbaik
anak-anak Jayawijaya sudah bisa calistung.
Gbr. Program khusus CaLisTung |
Tidak fokus satu saja, program
calistung bukanlah satu-satunya program kerja guru SM-3T LPTK UR. Fokus lainnya
adalah tertib administrasi sekolah. Peran guru tidak hanya mengajar, namun juga
membenahi administrasi sekolah seperti: ketersediaan absen guru, absen siswa,
kalender pendidikan, data guru, data siswa, data nilai siswa, jadwal pelajaran
dan tertib surat sekolah masuk-keluar.
FIGHT
Menjadi guru di daerah 3T
merupakan pengalaman berharga dalam hidup. Terjun langsung dan merasakan permasalahan
pendidikan di daerah 3T secara tak langsung membentuk sikap profesional, cinta
tanah air, peduli, empati, ketahanan malangan dan bertanggung jawab terhadap
kemajuan pendidikan bangsa Indonesia.
Mengabdi di daerah 3T tidaklah
mudah bahkan penuh tantangan. Tidak mudah karena jauh dari kata layak
(fasilitas). Perlengkapan sekolah terbatas, gedungsekolah yang sudahreot, kusam, tanpakursidanmeja, tanpalistrik,
murid-murid yang tidakmemakaiseragam, tidakmemakaisepatu,
danterkadangmerekatidakmandipadawaktudatangkesekolah.Ah….
Apakah bisa bertahan dengan keadaan yang seperti ini”??
Begitu kebanyakan ungkapan teman-teman saat sharing
dalam forum rapat kordinasi.Segala keterbatasan di daerah 3T tidak ada kata
lain selain “LAWAN”. Lawan segala
keterbatasan. Tantangan bagaimana memberikan layanan pendidikan maksimal kepada
peserta didik dengan segala keterbatasan. Bahkan dengan keterbatasan akan
muncul kreativitas dalam guru 3T. Memanfaatkan sumberdaya disekitar untuk
proses pembelajaran dan memunculkan metode mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan anak-anak. Kondisi keterbatasan tersebut juga membuat guru di daerah
3T belajar. Menjadi manusia pembelajar sejati dan bertanggung jawab penuh
terhadap perkembangan peserta didik dalam serba-serbi keterbatasan daerah 3T.
Guru di daerah 3T akan dihadapkan
pada kondisi diluar zona nyamannya.
“Tidak
ada pertumbuhan di zona nyaman. Tidak ada kenyamanan di zona pertumbuhan”. (Edwin,
PH.D.)
0 Response to "Kami Datang dengan Hati #MBMI"
Post a Comment