Fauzan Azimah, S.Pd
Guru SD Negeri Inpres Sogokmo
So many story
when I’m here for 3 months. Banyak sekali
keunikan dari tingkah laku yang dimunculkan siswa-siswi SD Inpres. Pernah saya
melihat kaki mereka terluka karena terhantam batu saat bermain bola kaki di
halaman sekolah. Banyak batu yang berserakan di halaman sekolah. Ukuran
batu-batu bukanlah kecil. Batu-batu gunung yang terdapat di halaman sekolah
berukuran sangat besar dan mengganggu siswa-siswi bermain. Yano adalah salah
satu ‘korban’ keganasan batu tersebut. Pagi hari itu, Yano bermain bola kaki
bersama teman-teman yang lainnya. Saat sedang keasikan lari, tiba-tiba Yano
menabrak batu. Akibatnya, jempol kaki Yano menjadi luka dan berdarah. Selain
itu, kukunya terlepas. Yano segera membungkus jempol yang terluka dengan
kantong kresek. Demi melihat
pemandangan tersebut, saya kaget. Segera saya berlari menuju Yano dengan maksud
menanyakan alasan menggunakan kantong kresek
sebagai pembungkus luka.
“Hei
Yano, kenapa kamu membungkus kaki kamu dengan kantong kresek?”tanya saya.
“Ini su
biasa toh, Mam. Ntar sembuh sendiri toohh.” ujar Yano dengan polos.
Waduh,
sungguh ajaran sesat ini. Masa luka seperti ini di bungkus dengan plastik.
Apabila di bungkus dengan plastik, luka tidak akan mendapat asupan oksigen
karena terhalang oleh plastik.
“Sini mari Mam
obati luka kamu. Kalau tidak segera di obati, luka kamu akan mengalami infeksi
dan bisa-bisa kamu di amputasi.
Kamu mau di amputasi?”tanya saya kepada Yano.
“Tra mau, Mam.” jawab Yano sambil geleng-geleng kepala.
Saya segera mengambil
kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) dan mengambil perban, cairan
kompres, serta betadine. Saya
membersihkan lukanya terlebih dahulu dengan cairan kompres. Kemudian saya
meneteskan betadine di atas lukanya.
Kulihat wajahnya mengernyit sedikit. Segera saya membalut luka nya dengan
perban. Selesai sudah saya mengobati lukanya.
“Masih
sakitkah?” tanya saya kepada Yano.
“Sedikit sakit, Mam.” jawab Yano.
“Tidak apa-apa. Ntar lagi luka kamu sembuh. Pergilah kamu bermain lagi. Hati-hati.
Jangan sampai terluka lagi.” pesan saya.
“Iya Mam. Terimakasih.” ujar Yano sambil berlari menuju teman-temannya.
Saya pun menatap kepergiannya dengan masygul...
Lagi-lagi
saya akan bercerita tentang kesehatan lagi. Di tempat saya mengajar, sanitasi
sangat kurang dan menarik untuk diketahui. Tanggal 12 November 2014, saya
membawa ember besar yang berisi air. Hari ini saya bermaksud untuk melakukan
kebersihan diri sejak dini. Saya segera memerintahkan mereka untuk berbaris.
“Hari ini Mam akan menyuruh dong membersihkan wajah kalian dari air
liur yang kering dan ingus.
Setelah
mereka rapi berbaris, saya memeriksa wajah mereka satu per satu. Hanya tiga
orang dari mereka yang sudah membersihkan wajah sebelum pergi ke sekolah dan
saya mempersilahkan mereka segera masuk ke dalam kelas. Nah, sisanya saya suruh
tetap diluar kelas. Segera saya menyuruh satu per satu untuk membersihkan
wajah. Yael, salah satu siswa yang wajahnya selalu berhiaskan pulau air liur
yang mengering, mendapat urutan pertama. Dia segera menyiramkan air ke
wajahnya. Kemudian Ia cepat-cepat mengelap wajahnya menggunakan seragam. Ia
melenggang masuk kedalam kelas. Segera saya menahannya.
“Kenapa, Mam?” tanya Yael dengan heran.
“Kamu
belum pakek sabun toh?” tanya saya.
“Saya tra mau Mam! Nanti saya kayak mokat
(re: hantu) toh.” ujar Yael.
Weleh-weleh, memangnya sabun bisa mengubah manusia
menjadi hantu yak? Sampai-sampai Yael tidak mau wajahnya di beri sabun. Saya
tertawa mendengar jawaban Yael.
“Kamu
tidak akan menjadi mokat kalau di kasi sabun. Kalau wajah kamu di kasi
sabun, wajah kamu akan menjadi bersih dan wangi toohh.” kata saya.
Saya segera menuangkan sabun ke tangannya.
Kemudian Ia membersihkan wajahnya dengan sabun. Sabun yang awalnya berwarna
putih berubah warna menjadi kecoklatan. Wah, itu berarti bahwa wajah Yael tidak
pernah di beri sabun. Jangan-jangan wajah Yael tidak pernah di sabun sejak di
lahirkan oleh Mamah nya~
Melihat
wajah Yael yang dipenuhi sabun, siswa yang lain mengejek Yael.
“Haha wajah Yael
kayak mokat. Hiiiiyy takuuuttt!” seru mereka sambil tertawa.
Saya hanya
menggelengkan kepala melihat tingkah laku mereka. Setelah Yael selesai, saya
segera membereskan wajah siswa lainnya. Semoga kegiatan membersihkan diri sejak
dini bisa menjadi kebiasaan bagi siswa-siswi saya dan mereka menjadi mengerti
pentingnya sanitasi/kebersihan diri. Sanitasi itu baik bagi tubuh. Sanitasi
menghindari diri dari penyakit. Lebih baik mencegah diri dari serangan penyakit
daripada mengobati karena kesehatan itu mahal harganya, Nak...
Pola Hidup Bersih dan Sehat |
0 Response to "Wajah saya kayak mokat kalau di kasi sabun, Maaaammm!"
Post a Comment