Wamena
Jauh kaki melangkah siapa sangka
bisa menginjakkan kaki di tanah Papua. Hitam kulit keriting rambut banyak
dijumpai. Postur tubuh besar, rahang lebar dan brewokan menjadi ciri tersendiri
bagi masyarakat asli Papua. Wamena adalah kota yang sekarang kami singgahi.
Wamena merupakan ibukota Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua. Bila ke Papua
tidak berjalan ke Wamena berarti belum ke Papua namanya. Begitu masyarakat
disini menyebutnya. Wah kenapa bisa ya? Padahal sama saja. Ternyata ada yang menarik
di Wamena. Wamena merupakan jantungnya Papua. Jayawijaya dahulunya merupakan
kabupaten induk dari 7 kabupaten pemekaran, seperti: Kabupaten Lani Jaya,
Kabupaten Yahokimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Umramo Tengah, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Nduga. Luas wilayah yang
luas menyebabkan akses pemerataan dirasa sulit sehingga pemekaran menjadi
solusi tepat.
Kabupaten Jayawijaya letaknya di
lembah dan dikelilingi oleh pegunungan. Maka tak heran suhu di daerah tersebut
dibawah -200 C.
Mungin teman pernah melihat
poto-poto ini
(poto Riswanto-bersama
Bunda)
Kita bisa berpoto seperti ini
hanya di Wamena saja, tidak di tanah Papua lainnya. Untuk bisa berpoto bersama
suku asli papua tersebut, kita harus mengeluarkan kocek Rp 10.000 untuk setiap
individu per potonya. Artinya, setiap mereka bernilai Rp 10.000/poto. Selain
berpoto bersama suku Papua tersebut, kita juga bisa berpoto dengan manusia yang
diawetkan (mumi). Mumi tersebut
berumur ±350 tahun. Mumi tersebut diawetkan dengan cara diasapkan di dalam
rumah adat Papua yang biasa disebut Honai.
Gambar:
Rumah adat Papua (Honai)
Budaya
Masyarakat Wamena umumnya memliki
budaya mengunyah pinang. Faktor cuaca dingin membuat pinang menjadi kebutuhan
sehari-hari masyarakat Papua. Mengunyah pinang membuat tubuh menjadi hangat. Budaya
mengunyah pinang tadi juga berefek buruk bagi keindahan lingkungan. Masyarakat
mengunyah pinang sering meludah sembarang tempat. Jadi bila kita berjalan di
Wamena, kita akan melihat bekas ludahan pinang berwarna merah disepanjang
jalan. Mengunyah pinang gigi berwarna merah.
Perjalanan ke Jayawijaya bukanlah
sekedar jalan namun juga bekerja sebagai pendidik di tanah Papua ini. Mengemban
tugas yang mulia, dibawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN
DIKTI) dalam program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar
(SM3T), kami pendidik bertekad memberikan terbaik, mencerdaskan anak-anak Papua
khususnya Jayawijaya (daerah penempatan). Total kami 36 peserta berasal dari
SM3T Universitas Riau (UR).
Gambar:
Peserta SM3T LPTK UR
Kini, semua teman-teman sudah
memulai perjuangannya masing-masing sebagai pendidik baik yang mengajar di
Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA). Tersebar di 12 Distrik: Asolokobal, Pyramid,
Saologaima, Kurulu, Asotipo, Libarek, Walesi, Mulyana, Walema Gama, Palebaga,
Wamena, Busafak, dan Hubikhosi kami siap memberikan pelayanan pendidikan terbaik
untuk anak-anak Kabupaten Jayawijaya.
SM3T, Maju Bersama Mencerdaskan
Indonesia!!!
0 Response to "Selamat Datang di Tanah Papua"
Post a Comment