Sepeda dan Idealisme



 Reby Oktarianda
Coordinator SM-3T UR Jayawijaya/Guru SMP Negeri 4 Wamena

3 pekan sudah aku memiliki kegiatan baru. Bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja, aku memutuskan untuk membeli sepeda gunung. Namun alasan yang lebih tepat mengapa aku membeli sepeda gunung tersebut itu karena…..karena… karena biaya bensin motor di Wamena mahal woiiii #gubrak. Biaya bensin yang harganya Rp 25 ribu/liter di Wamena membuat ku memutar otak untuk lebih hemat dalam berkendara. Sepeda tersebut ku gunakan sebagai alat transportasi sehat dan murah untuk berpergian ke sekolah. *Cycle make your health and save your money. Jarak dari rumah menuju sekolah ±13km. Waktu tempuh menggunakan sepeda menuju sekolah menghabiskan ±50 menit.

Banyak dari teman-teman guru SM-3T di Jayawijaya heran dengan ku. Hampir semua berkomentar mengenai aku dan sepeda tersebut. Mulai dari komentar bagus hingga konyol.

SM-3T : “Reby, ko beli sepedakah? Bagus By, boleh pinjamkah tidak eee?”
R           : “ iyo, baru toh. Boleh, tapi bayar yak!” #sombongpelitmaksimal
SM-3T  : “Beli sepeda By? Berapa harganya?”
R           : “Hooh, Rp 3 juta aja” #gubrak
SM-3T  : “Ko pergi ke sekolah dengan sepeda? Ko gilakah”
R           : “iyo, biar sehat toh. Gila? Hmmmm kamu kok tahu aku gila”. #sakitmaksimal

Ada yang berpikiran aku bersepeda ke sekolah adalah hal gila. Boleh-boleh saja mereka menganggap aku gila. Pertama, gila karena harga sepeda gunung tersebut ku beli dengan harga Rp 3 juta. Uang sebanyak itu mungkin mubazir bagi mereka karena sisa masa tugas kami di Jayawijaya hanya tinggal 6 bulan. Kedua, gila karena jalur bersepeda ke sekolah adalah medan berbukitan. Bisa bayangkan tenaga ekstra bila bersepeda dimedan berbukit tersebut? Pastinya jantung dibuat berdetak lebih kencang dari biasa dan napas ngos-ngosan. Hosh hosh hosh hosh, ya semacam itulah, hhe #derunapas.

Berangkat dari rumah pkl 06:30 WIT, aku kayuh sepeda dengan semangat, yeah #burn. Aku membayangkan diri ku seperti Omar Bakri, tokoh guru yang ada di lantunan syair musik Iwan Falas. Khayal ku makin jauh, hhe. “Selamat pagi bapak guru” begitu masyarakat sepanjang jalan menyapa ku bila berpas-pasan di jalan. Siapa yang tidak senang bila disapa begitu. Sapaan tulus seperti itu, Aahh, aku makin bersemangat lagi mengayuh #gaaasssspooolll. Masyarakat sekitar umumnya mengenal kami SM-3T karena atribut/identitas biasa kami pakai saat mengajar. Topi dan jas SM-3T adalah atribut setia melekat pada kami. Oleh sebab itu, masyarakat selalu tahu bahwa kami adalah guru. Sekutu pendidikan bagi mereka.



Kini aku mulai serius. MENGAPA AKU BERSEPEDA KE SEKOLAH MENGGUNAKAN SEPEDA. Lho kok capslock semua kalimatnya? Lho kok dibold juga? Serius amat. Oke, rileks #tariknapasdalamdalam. Huft, aku bersepeda ke sekolah untuk menyindir guru-guru malas secara halus #inijujurlho

Seperti tulisan ku yang sudah-sudah. Permasalahan pendidkan di daerah Jayawijaya ini adalah ketidakhadiran guru di sekolah. Hal tersebut aku tak tahu alasan mengapa mereka tidak dan jarang hadir ke sekolah. Jelasnya, aku melihat kesadaran guru yang kurang. Sekolah yang terletak di pinggiran kota, umumnya memiliki tenaga guru yang rumahnya berada di kota. Jauh jarak tempuh dari kota ke sekolah sering membuat mereka jarang naik ke sekolah. Tidak sedikit juga rumah guru yang dekat dari sekolah namun mereka juga malas berpergian. Situasi guru yang tidak sadar ini sudah lama dan membuat ku geram dengan tingkah mereka diawal-awal aku bertugas. Kebiasaan malas tersebut menjadi tontonan ku setiap hari. Sungguh bila ku punya kuasa, akan ku ganti guru malas tersebut dengan guru yang tangguh dan memiliki tekad bulat untuk menunaikan janji kemerdekaan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa #idealismemodeon

Namun apa daya. Kuasa ku tidak punya. Memang tidak mudah membuat mereka mengerti. Pemikiran ku berbeda dengan mereka. Jalan ku bersepeda ke sekolah adalah sindiran halus bagi mereka yang malas mengajar. Tidak ada alasan jarak jauh untuk tidak berpergian ke sekolah demi mendidik dan mengajar mereka yang tertinggal.

Waktu terus berjalan dan sisa waktu ku bertugas di Jayawijaya tanpa terasa akan berakhir sebentar lagi. Sisa waktu tersebut akan ku gunakan dengan baik dan berkomitmen all out  (sungguh-sungguh) memberikan kualitas layanan pendidikan terbaik bagi anak-anak Jayawijaya.










Generasi Emas Jayawijaya








0 Response to "Sepeda dan Idealisme"

Post a Comment