Awal Pelayanan di Timur Negaraku

Meldalina Agustina Mare-Mare, S.Pd
Mengajar di SD YPPK Santo Michael Hepuba
Hari ini, Kamis, 28 Agustus 2014, saya dan 35 peserta SM-3T berangkat meninggalkan Pekanbaru (Riau) hingga satu tahun kemudian dengan diantarkan oleh ketua SM-3T LPTK Universitas Riau (Bunda Dr. Yustina, M.Si.) dan Pembantu Dekan (Bapak Raja...). Kami berangkat menggunakan pesawat Garuda dengan keberangkatanPekanbaru – Cingkareng - Sentanipukul 18.20 WIB. Ini kali pertama saya menggunakan Garuda (5 tahun terakhir selama kuliah di pulau Jawa saya hanya mampu menggunakan pesawat Lion, Sriwijaya, dan lainnya. Wajar, anak kuliah-an tanpa penghasilan). Untuk pengalaman perdana dengan Garuda, saya pun mengabadikan ‘bukti’ yang bisa saya kenang. Tiket, foto di dalam pesawat pastinya, dan yang lebih aneh, saya sampai tidak menggunakan tisu basah, tusuk gigi, dan permen yang diberikan pramugari di dalam pesawat. Aneh??? Memang. Tapi itulah pengalaman pertamaku. Satu hal yang membuatku takjub, pelayanan dari pramugari di dalam pesawat sangat ramah. Yia, itulah nilai jual yang mungkin maskapai lain tak miliki. Harapanku, pelayanankukepada anak bangsa “Mutiara Hitam Indonesia” merupakan nilai jual yang tak ternilai.

Pertama Tiba di Bandara Wamena, Papua
Sabtu, 30 Agustus 2014 merupakan hari pembagian daerah sasaran penempatan kami. Pukul 14.00 WIT acara dibuka oleh Bapak Bambang (Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidikan Kabupaten Jayawijaya) dengan memberi sepenggal cerita dan nasihat mengenai keberadaan dan kehidupan kami selanjutnya. Saat itu, hampir semua kepala sekolah yang sekolahnya akan mendapatkan kami sudah tiba dan berkumpul di salah satu ruangan di Betesda. Betesda merupakan tempat keuskupan umat katolik, terletak di jalan Homhom dan merupakan tempat pertama yang kami tahu di Kabupaten Jayawijaya, Kota Wamena. Tempat pertama melihat matahari terbenam dan terbit. Tempat pertama merasakan air dan hal lainnya di kabupaten ini dan yang akan selalu terkenang saat melewatinya. Rasa deg-degan pun ada sama halnya seperti menunggu berita kelulusan. Selanjutnya, Ibu Darma pun membacakan satu per satu nama kami beserta dengan nama sekolahnya yang kemudian langsung bertemu dengan kepala sekolahnya untuk berkenalan dan mendiskusikan mengenai lingkungan, tempat tinggal, dan sebagainya.

Nama saya pun disebutkan bersama Arvan dari LPTK Unmul dengan penempatan di sekolah SD YPPK Santo Michael Hepuba dan kepala sekolah bernama Bapak Aloysius Lani. Kami bertiga pun berdiri dan ke luar dari ruangan. Di ruangan yang berbeda kami pun saling memperkenalkan diri. Bapak Alo lebih banyak menceritakan keadaan lingkungan dan senior SM-3T sebelum kami, Bapak Akbar. Tanpa ada janji, ternyata kami satu ruangan dengan teman-teman guru SM-3T beserta tiga kepala sekolah yang lain, yaitu Kepala Sekolah TK-SD Inpres Megapura Bapak Asmoko, Kepala Sekolah SMPN 3 Wamena Bapak Ansgar Blasius Biru, dan Kepala Sekolah SD Minimo sekaligus Kepala Suku Bapak Yeri yang ternyata keempat sekolah kami terdapat dalam satu distrik, yaitu Distrik Asolokobal.

Perkenalan dengan Bapak Lani dan Bapak Asgar
Perkenalan kami pun meluas dengan memperkenalkan diri masing-masing dengan latar belakang diri sendiri serta program studi saat kuliah. Setelah perkenalan, Bapak Ansgar menceritakan bahwa tahun lalu, guru-guru SM-3T satu distrik tinggal di sekolah yang beliau pimpin, yaitu di SMPN 3 Wamena. Namun, Bapak Asmoko mengatakan bahwa sekolah sudah menyediakan tempat tinggal untuk kami, begitu pula Bapak Yeri dan Bapak Alo. Semua kepala sekolah juga menceritakan bagaimana keadaan distrik kami dan bahwa tahun lalu, ada guru yang hampir diperkosa sehingga langsung dievakuasi. Dengan musyawarah akhirnya disepakati bahwa guru-guru di SD Minimo dan SMPN 3 Wamena tinggal di SD Minimo, sedangkan guru-guru TK-SD Inpres Megapura dan SD YPPK Hepuba tinggal di rumah guru di Megapura.Saya, Arvan, Jumiati, dan Risma tinggal satu atap yang kemudian dikenal dengan sebutan Posko Megapura. 

Minggu, 31 Agustus 2014 merupakan hari minggu pertama saya berada di Papua, ujung timur negara tercinta, Indonesia. Saya tidak mau melewatkan hari minggu pertama untuk bergereja. Saya beribadah di GKI Betlehem bersama teman-teman yang beragama Kristen Protestan dari LPTK Universitas Mulawarman, Kalimantan. Kami berjalan kaki.Saat beribadah, ternyata kami tidak ada yang membawa buku pujian mazmur maupun buku pujian nyanyian rohani. Kami hanya membawa alkitab beserta kidung jemaat. Kami (khususnya saya) datang dengan hati penuh ucapan syukur dan mohon berkat Tuhan di satu tahun kemudian selama tugas di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Saat pulang, sampai di Betesda, saya meminta Aga, teman saya yang saat malam mengatakan bahwa ada marga Simaremare yang berjualan dekat tempat tinggal kami. Kami pun berjalan dan saya benar-benar bertemu dengan keluarga saya, keluarga Simaremare. Betapa senangnya karna di ujung timur negri ini ada keluarga semarga dengan saya. Kami hanya bercerita singkat dan saling bertukar nomor handphone. Selanjutnya, mereka sudah menjadi orangtua saya, tempat saya bercerita panjang lebar, bertanya, menangis, dan tertawa puas.

Senin, 01 September 2014, hari kami ‘meluncur’ ke ‘surga’ kami masing-masing. Saat itu, saya berangkat bersama dengan rombongan satu jalur arah Air Garam. Perjalanan pertama melewati jembatan (Jembatan Wouma) sangat menyeramkan, jembatan penuh dengan lubang-lubang, goyang, dan arus sungainya cukup deras. Saya turun bersama tiga orang teman saya di SD Inpres Megapura (selanjutnya menjadi tempat tinggal kami). Namun, rumah sekolah yang akan kami tempati masih dalam perbaikan, sehingga kami pun dibawa kembali ke kota oleh kepala sekolah dan tinggal beberapa hari di rumah kepala sekolah. Sebelum kembali ke kota, kami diperkenalkan oleh kepala sekolah kepada guru-guru, penjaga sekolah, dan yang pasti kepada seluruh anak-anak dangan cara mengumpulkan semua anak di lapangan. Pemandangan pertama yang terlihat ialah anak-anak tidak mengenakan alas kaki, kulit hitam, rambut keriting, dan banyak angka sebelas alias ingus. Perkenalan pertama yang sangat menyenangkan bukan?Keesokan harinya, barulah kami di antar ke sekolah tempat kami bertugas, yaitu SD YPPK Hebupa.

0 Response to "Awal Pelayanan di Timur Negaraku"

Post a Comment